Create by canva.com |
Pernikahan merupakan acara sakral bagi setiap orang. Banyak dari para pengantin mempersiapkan hal-hal yang terbaik untuk acara mereka. Karena didalamnya terdapat harapan akan dilakukan sekali seumur hidup, jadi kenapa tidak memberikan yang paling baik. Mulai dari penyusunan konsep acara, dekorasi tenda, pelaminan, pentas untuk penyanyi, makanan pokok, cemilan, minuman, souvenir dan lain-lain.
Berdasarkan semua persiapan yang dilakukan dengan matang
dengan harapan tamu undangan akan merasa nyaman, budget yang dikeluarkan untuk membuat kenyamanan tadi tidak
sedikit. Walaupun budget yang
dikeluarkan berdasarkan apa yang kita inginkan dan kemampuan kita, budget terbesar pasti akan jatuh pada
makanan.
Sudah budgetnya
besar, kalau makanannya tidak enak bisa jadi bahan omongan tetangga
berbulan-bulan, bahkan kalau tuan rumah mengadakan pesta lagi, makanan tidak
enak tadi bisa diungkit lagi, hahaha.
Create by canva.com |
Pesta pernikahan sebagai budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia biasa dikenal dengan istilah hajatan, kondangan, atau kawinan. Acara ini berpotensi besar sebagai sumber penghasil sampah makanan atau food waste. Food waste merupakan istilah yang mengacu pada makanan yang sengaja atau tidak sengaja dibuang mulai dari tahap produksi hingga konsumsi. Definisi tersebut juga menerangkan bahwa sampah makanan tidak dapat menjadi nol. Hal ini dikarenakan sampah makanan dapat terjadi dari elemen yang dapat dimakan maupun tidak dimakan (misalnya kulit, tulang, duri dan sebagainya).
Pengetahuan yang saya dapat dari Ibu, kalau buat acara
pernikahan dan hajatan lainnya, porsi makanan harus dikali 2. Contoh, kita
memiliki 500 undangan yang akan disebar, maka kita wajib menyediakan 1000
porsi. Karena saat mengundang 1 orang kolega, bisa jadi dia membawa istri,
pasangan, atau partner lainnya, belum lagi yang berkeluarga akan membawa
anak-anaknya. Tuan rumah biasanya akan lebih memilih untuk kelebihan makanan,
daripada menanggung malu karena kekurangan makanan.
Namun, dari segala persiapan yang banyak saya justru tertarik saat hari-h. Ada perilaku masyarakat entah itu masyarakat desa atau kota, mereka suka meninggalkan makanan dan tidak menghabiskannya. Saya bingung mengapa hal ini terjadi, hingga kebingungan saya terjawab berdasarkan studi kualitatif yang dilakukan oleh Dimas Teguh Prasetyo yang berjudul “Ada Apa dengan Pesta Pernikahan dan Food Waste ?: Sebuah Studi Pendahuluan”. Ternyata ada beberapa faktor yang memicu mengapa banyak orang membuang makanan di pesta pernikahan:
1. Dianggap rakus/sedang kelaparan
Ada sebuah stigma aneh yang dipikirkan oleh individu yakni orang yang menghabiskan makanan dianggap rakus dan sedang kelaparan. Individu takut dinilai negatif sebagai orang yang tidak pernah makan enak. Padahal sikap mubazir tidak memberikan hal positif sama sekali, walaupun sedari kecil kita sudah sering dimasukkan stigma “Habiskan nasinya, nanti nasinya nangis lo”.
2. Dorongan orang terdekat
Partisipan banyak terpengaruh oleh orang terdekatnya, melihat orang tua, keluarga atau temannya melakukan hal tersebut. Sebuah nilai negatif yang dilakukan oleh sekelompok orang akan menimbulkan perilaku yang akan dianggap lumrah oleh orang lain. Saat ditanyakan kepada partisipan, individu yang berpotensi untuk melakukan food waste adalah wanita dan anak-anak, selain orang yang sudah makan sebelum pergi. Sedang yang tidak mungkin melakukan food waste adalah bapak-bapak.
3. Kondisi mengantri dan enggan pergi berkali-kali
Mengantri adalah hal yang paling malas dilakukan, sehingga individu mengambil banyak makanan diawal dan ketika perutnya sudah kenyang, makanan yang belum dimakan akan tersisa dan terbuang. Partisipan lain berasumsi, makanan tersebut justru bisa menjadi porsi makanan untuk orang lain.
Create by canva.com |
Rasulullah shallallahi
‘alaihi wa sallam bersabda,
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن
صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk
dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya.
Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”.
Fenomena mengambil makanan yang
berlebihan saat pernikahan sepertinya jadi hal alami bagi tamu undangan, saat
menunggu antrian makanan terlihat mata orang-orang penuh hasrat kelaparan,
belum lagi karena jauhnya perjalanan yang ditempuh. Ketika sampai ke tempat
hajatan sudah menghabiskan banyak energi. Energi yang penuh tadi ditumpahkan
dengan makanan yang berlebihan. Rendang 2-3 potong, nasi yang membumbung,
sayuran yang memenuhi permukaan nasi, belum lagi sambal kentang dan telur puyuh
yang sambalnya sudah menyatu dengan kuah dan membuat nasi menjadi merah.
Pada bulan Februari 2021 saya diundang oleh
teman masa kecil untuk menghadiri pernikahannya. Saya datang mulai dari jam 11
siang demi melihat atraksi pedang pora disana. Saat makan siang tepat pukul
12.00 WIB, semua orang sibuk menyerbu makanan. Tak lupa saya dan 1 orang teman
wanita saya yang hadir sejak jam 11 itu juga mengambil makanan selang 30 menit
setelah para tamu lain mengambil makanan. Saya cukup mengambil porsi makan
siang biasa seperti di rumah, tapi saya melihat teman wanita saya mengambil
potongan daging yang lumayan banyak.
Create by canva.com |
Dalam hati saya, “Wow....banyak sekali, emangnya bisa ngabisin segitu banyak?”.
Saya menghabiskan makanan tanpa sisa
sayuran atau butiran nasi sedikitpun, tapi sayang sekali teman wanita saya
justru meninggalkan nasi, sayuran dan daging yang dia ambil.
Dengan entengnya berucap, “Makanannya tidak ada rasanya”.
Padahal porsi yang diambil banyak dan
porsi makanan yang dia buang juga masih banyak, kemungkinan besar dia hanya
memakan 3-4 suap.
Saya yang bengong dengan makanan yang dia
tinggalkan, rasanya ingin menangis, sambil mengatakan, “Habiskan makananmu, sayang banget lho itu”. Tapi dia tidak
menghiraukan dan malah buru-buru mengambil pudding coklat bertabur susu putih
yang dari tadi sudah tersedia.
Karena takut makanan terbuang untuk kedua
kali, saya tidak mengambil pudingnya dan benar saja, baru 2 potong pudding
masuk ke mulutnya sudah ditinggalkan begitu saja dan saya yang harus
menghabiskannya.
Sebelum saya mengambil makanan, biasanya
berpikir terlebih dahulu atau jika saya sudah terlanjur mengambil banyak porsi,
saya akan setengah mati menghabiskannya. Didalam kepala saya adalah orang-orang
yang hari itu merasakan kelaparan, sedang saya merasa kepenuhan makanan,
bagaimana bisa tega tidak menghabiskannya?.
Fakta kejam di lapangan dalam skala dunia membuat saya tercengang dengan angka yang ditimbulkan dari sampah makanan yang terbuang. Dikutip dari berita CNN, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan limbah makanan global tahunan mencapai 1,3 miliar ton atau US$1 triliun di dunia. Makanan yang terbuang itu membusuk di sejumlah rumah dan toko. Para ahli memprediksi makanan yang terbuang merupakan salah satu masalah keberlanjutan utama di seluruh dunia. Secara global, jika limbah makanan dapat direpresentasikan sebagai negaranya sendiri, itu akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga, di belakang China dan AS.
Grafik makanan yang terbuang di berbagai negara. Source by https://foodsustainability.eiu.com/food-loss-and-waste/ |
Indonesia menempati posisi kedua sebagai penyumbang sampah makanan di dunia setelah Arab Saudi. “Food Sustainable Index” (2018) terbitan The Economist Intellegent Unit bersama Barilla Center For Food and Nutrition Foundation menyebutkan rata-rata setiap penduduk Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan per tahun. Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 mencatat mayoritas kota-kota besar di Indonesia kedapatan memproduksi sampah organik yang merupakan jenis sampah pangan dalam jumlah lebih besar ketimbang jenis sampah lainnya. Di Jakarta, 3.639,8 ton sampah pangan terangkut setiap harinya, 499,84 ton lebih banyak dari sampah anorganik yang jumlahnya hanya 3.193,96 ton. Selisih lebih besar terjadi di Medan. Tak tanggung-tanggung, selisih antara sampah organik dan anorganik yang diangkut di ibu kota provinsi Sumatera Utara itu mencapai 560,7 ton setiap harinya. Sementara Surabaya yang berhasil menyabet penghargaan Adipura Kencana 2017-2018 memproduksi sampah sebesar 905,26 ton untuk sampah organik dan 761,57 ton sampah anorganik.
Create by canva.com |
Tahukah kamu efek yang ditimbulkan dari food waste ini banyak sekali. Saat makanan terbuang kita juga sedang membuang banyak air. Pasalnya, jutaan galon air sudah digunakan untuk menanam, menumbuhkan, mempertahankan, serta memproduksi bahan makanan. Untuk mencuci buah dan sayuran di rumah saja kita bisa sampai 2-3 kali mencucinya, jika ini dilakukan di acara hajatan bayangkan berapa banyak air untuk mencuci ayam, daging, nasi, sayuran. Itu hanya untuk mencuci saja, belum lagi dalam pengolahan dan lain-lain.
Bukan hanya efek saat proses
produksi, tetapi setelah dibuang, limbah makanan ini akan menimbulkan efek
pemanasan global karena menimbulkan gas metana ketika mengalami proses pembusukan.
Gas
metana yang dihasilkan sampah makanan 21 kali lebih berdampak terhadap
perubahan iklim daripada CO2. Sebagian besar gas metana sejatinya
sudah diproduksi ketika proses pengolahan bahan makanan dilakukan dan akan
semakin bertambah bila ada sisa makanan yang terbuang. Selain memberikan efek
pada pemanasan global, dampak lainnya juga terjadi pada kerusakan lahan. Lahan
banyak digunakan untuk memproduksi bahan makanan, terutama produk pertanian.
Tidak hanya itu, lahan juga kerap dipakai sebagai tempat pembuangan sampah
makanan sisa. Biasanya, lahan yang digunakan untuk memproduksi susu dan daging
cenderung tandus dan tidak bisa ditanami tumbuhan. Padahal daging merupakan
bahan makanan yang paling banyak terbuang.
Bila
kita membuang makanan, lahan yang dipakai untuk memproduksi bahan makanan akan
sia-sia. Apalagi, kalau lahan tidak dirawat kembali, akan kehilangan kemampuan
untuk menghasilkan bahan makanan. Akibatnya, pertanian tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasar.
Melalui tulisan ini saya berharap
perubahan kecil terjadi pada diri saya, keluarga dan orang-orang terdekat dan
yang pasti orang-orang yang membaca tulisan ini. Bagaimana caranya agar acara
penikahan atau hajatan kita minim food
waste dan menerapkan gaya hidup minim sampah makanan?. Nih aku kasih tahu.
1. 1. Perhitungkan
dengan baik jumlah tamu yang akan diundang
Foto by canva.com |
Hitunglah jumlah tamu yang kamu
perlu undang, saran saya jika bisa membuat acara yang sederhana atau private hanya untuk keluarga besar, saya
rasa lebih baik. Namun, jika menginginkan pesta yang mewah, perhitungkan
kembali jumlah undangan dan makanan yang disediakan, baik makanan pokok maupun
cemilan.
2. 2. Buat
himbauan didalam undangan dan di meja makan
Foto by canva.com |
Dalam sebuah undangan yang saya
dapatkan dari senior semasa SMA, ia menghimbau para tamu undangan untuk makan
dengan adab yang baik, mulai dari makan duduk, mengambil sesuai kebutuhan dan
jangan malu jika mau menambah makanan. Himbauan bertujuan untuk mengingatkan,
kita akan lebih bahagia jika banyak yang tersadarkan.
3. 3. Berikan
survenir yang ramah lingkungan
Foto by canva.com |
Gerakan zero waste sekarang juga sudah banyak digemakan, tidak hanya
gerakan food waste, menggunakan
survenir yang ramah lingkungan juga dapat membantu bumi bekerja lebih baik.
Seperti alat makan dari besi, atau untuk budget
yang minim bisa memberikan dompet dari bahan makanan atau produk kain sisa yang
sudah banyak dijual di pasaran.
4. 4. Olah
sampah dengan baik
Foto by Flickr.com |
Jika 3 hal diatas sangat sulit
untuk kamu lakukan, satukan sampahmu pada tempat pembuangan sampah. Jangan
sampai ada sampah plastik seperti minuman kemasan, pisahkan organik dan
anorganik dengan baik. Berikan pada tetangga atau orang yang memiliki
peternakan yang sekiranya mampu mengolah sampah tersebut menjadi bahan makanan
untuk ternaknya. Jika memungkinkan, kamu bisa mengolahnya sendiri menjadi pupuk
kompos untuk tanaman atau sumber biogas.
Create by canva.com |
Sumber referensi:
"Darurat Sampah
Makanan di Indonesia", https://tirto.id/f3Yn
“5 Alasan Kenapa Kita
Harus Mengurangi Food Waste”, https://kumparan.com/kumparanfood/5-alasan-kenapa-kita-harus-mengurangi-food-waste-1su1w2Q7MPx
https://foodsustainability.eiu.com/food-loss-and-waste/
Food and Agriculture Organization
(FAO). (2011). Global Food Losses and
Food Waste—Extent, Causes and Prevention; Study Conducted for the International
Congress SAVE FOOD; FAO: Düsseldorf, Germany
Prasetyo, Dimas Teguh. Ada Apa dengan Pesta Pernikahan dan budget ?
: Sebuah Studi Pendahuluan. Jakarta: Jurnal Kesehatan Keluarga dan Pendidikan, Universitas Negeri
Jakarta