Tercekik Dingin di Gunung Sibayak Sumatera Utara



Gunung adalah bagian dari permukaan bumi yang menjulang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Gunung sekarang menjadi tempat favorit anak muda untuk melihat pemandangan alam dari atas puncak, mulai dari pemuda pecinta alam, orang awam, sampai jamet sekalipun ada di gunung. 

Pendakian pertama saya kali ini jatuh kepada Gunung Sibayak, berkat ajakan adik saya dan memang keinginan saya, akhirnya mendaki gunung jadi juga. Sedikit informasi, Gunung Sibayak ini memiliki ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut, berlokasi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Orang suku Karo menyebut Gunung Sibayak dengan sebutan "Gunung Raja". Gunung Sibayak merupakan gunung berapi dan meletus terakhir tahun 1881. Gunung ini berada di sekitar 50 kilometer barat daya Kota Medan. 

Gunung ini termasuk kedalam jenis gunung stratovolcano atau gunung berapi kerucut, yang dikenal sebagai gunung berapi komposit atau stratovulkan, ialah pegunungan yang tinggi dan mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras.

Berdasarkan tahun terakhir meletusnya gunung ini, Sibayak sudah lama sekali tidak meletus, tapi dari kawah yang saya lihat di atas, gunung ini terlihat masih aktif, saya pribadi beranggapan kelak gunung ini akan meletus, karena bunyi suara dari dalam kawah aktif itu cukup menyeramkan dan mengeluarkan asap dengan bau pekat.

Persiapan Pra Pendakian

Persiapan pra pendakian saya sederhana. Saya berolahraga selama 2 minggu dan benar-benar melakukannya setiap hari pada 1 Minggu terakhir dengan mengikuti video di youtube “Full Body Workout” yang menitikberatkan pelatihan pada seluruh tubuh apalagi kekuatan kaki, karena medan yang dihadapi menanjak.

Tidak lupa perlengkapan camping yang sebenarnya dipersiapkan oleh adik saya. Ada carier yang berisi tenda kamping 1 buah, matras 2 buah, hammock 1 buah, trekking pole 1 buah, alat masak 1 set, selimut, jaket. Bahan pangan: Nasi dan rendang (makan malam), beras, Indomie, snack. Tipsnya saat di gunung adalah bawa bahan makanan lebih banyak dari porsi makan normal kamu.

Kami tidak membawa alat makan, seperti piring plastik, sendok, cangkir. Karena mis komunikasi, adik saya berpikir saya yang membawanya dan saya berpikir adik saya yang membawanya. Akhirnya kami menggunakan tempat alat masak sebagai tempat makan. Jangan lupa juga membawa kopi/teh, gula, karena harga di Gunung Sibayak untuk 1 buah teh celup adalah Rp 1000, kalau di Medan sudah bisa dapat 1 bungkus.

Kami melaju dari Medan menuju Gunung Sibayak pukul 20.30 WIB dan harus singgah sebentar ke sekolah SMA saya karena gendongan bayi teman saya ketinggalan dan posisi dia sudah sampai Sibayak dan keesokan harinya akan melakukan pendakian keatas. Jika tidak ada gendongan tersebut maka pendakian mereka terhenti hanya sampai ditempat para pendaki mendirikan tenda, dengan struktur tanah yang datar juga luas.

Kami juga singgah ke Sibolangit untuk membeli gas demi keperluan memasak dan ke masjid untuk mengambil 5 liter air.

Jalanan menuju pos pendaftaran dari arah Gundaling, Berastagi cukup gelap apalagi sisi-sisinya adalah hutan. Saya yang dibonceng sebenarnya sedikit takut, apalagi carrier yang ditopang cukup berat, tapi tidak seberat tiba-tiba bertemu mantan, haha….

Dari titik Gundaling menuju pos pendaftaran menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit, total waktu yang kami habiskan dari Medan-Hutan Pinus Sibayak (Tempat membangun tenda) kurang lebih 3 jam 30 menit.

Pendakian

Sampai pos pendaftaran kami memarkirkan kereta dan melakukan pendaftaran dengan menuliskan nama-nama yang akan melakukan pendakian, Rizky, Wawan, Abas. Biaya pendaftaran Rp 10.000, parkirnya Rp15.000. Entah kenapa parker jauh lebih mahal daripada biaya pendaftaran. Saat melakukan pendakian, carrier yang saya topang sepanjang jalan saya berikan ke adik dan saya hanya membawa tas merah yang beratnya mungkin hanya 1 gram dan diisi dengan snack ringan saja. Saya meyakinkan diri, Bismillah.

15 menit berjalan ternyata membuat napas saya tersengal, “Ayo ky, kamu bisa”. 20 menit berjalan saya merasa leher saya terjekik, karena dingin dan haus tapi saya takut untuk minum dan berhenti. Takut semangat saya luntur dan tidak bisa menelan air minum saya sendiri, haha. Akhirnya ditengah perjalanan saya berhenti dan saya minum sedikit. Saya menghela napas yang rasanya kalah karena dingin yang sangat mencekik, sungguh mencekik saya tidak bohong. Adik saya bilang, “Kak, lihat keatas deh”, saya yang awalnya bodoh amat, “Ngapain sih nyuruh lihat ke atas”. Tidak tahunya bintang malam yang bertabur sudah seperti beras didalam nampan, banyak sekali. “Kawaiiiii”. Bagus sekali Ya Allah, biasanya orang-orang menyebut istilah ini dengan “Milky Way”.

“Welcome to Sibayak, tapi jangan senang dulu, ini bukan puncaknya”, gumam adik saya. Saya melihat lampu yang bersinar, warung yang luas, 4 kamar mandi dan tenda yang banyak sekali. Mendirikan tenda dibawah pohon pinus, makan ditengah remangnya lampu, sesekali terdengar iringan gitar dari anak-anak camping lainnya, jam 2 malam kami putuskan tidur. Saya dan adik saya didalam tenda, abas tidur di hammock. Saya yang sedang tidak sholat terbangun pukul 06.00 WIB. Saya ingat malam itu, saya tarik-tarikan selimut dengan Wawan, karena dinginnya minta ampun. Saat akan summit attack, panggilan alam terjadi. Tidak tahunya tidak hanya saya yang dapat panggilan tersebut, tetapi banyak orang yang mengantri. Satu orang dapat jatah 2 ember timba air, maklum di gunung. Walaupun lama menunggu, untungnya kamar mandi dijaga oleh mas-mas ganteng berambut gondrong, hati saya meleleh, “Wah pagi yang indah”. Ingat ya kawan, kamar mandi tidak ada WC, jadi buat kamu yang rutin buang hajat setiap pagi, harus atur strategi menahannya sampai bertemu WC.

Dari pohon pinus, menuju puncak menghabiskan waktu 45 menit, kami mengadakan upacara bendera, karena saat itu tepat 17 Agustus 2020. Untung saja kami mendaki pukul 06.30 wib, karena kalau pergi waktu Subuh matahari terbit tertutup kabut, percuma tidak terlihat, karena waktu itu gunung tetangga yakni Sinabung sedang erupsi.

Kawah yang bau membuat kepala pusing, suara dari dalam kawah membuat ribut dan jujur saya jadi takut. Karena di otak saya, kalau tiba-tiba gunungnya aktif kembali bagaimana ya. Kami menikmati cemilan dan air, mengambil foto serta video, seru juga disini. Beberapa orang datang dengan pakaian lengkap, sisanya ada yang memakai sandal jepit, celana jeans, aneh juga.



Pukul 09.00 kamu putuskan untuk turun ternyata turun jauh lebih mudah disbanding naik. Saat sampai di tenda kami memasak sarapan pagi. Sarapan pagi diisi dengan Mie Sedap Kari Spesial dan rendang, sisa makan malam.

Pukul 11.00 WIB kami membereskan barang-barang dan tenda, ikut turun bersama rombongan anak-anak pramuka MAN 1 Medan, teman saya yang gedongannya ketinggalan tadi. Iya, tenda kami bersebelahan, padahal saat mencari tempat untuk mendirikan tenda situasai gelap, tapi ya memang jodoh kami justru bersebelahan.


Kondisi sepatu saya yang karet membuat turunnya pendakian jadi sulit, saya menahan kaki saya yang terlalu kedepan. Kaki jadi pegal.

Awalnya kami yang memutuskan untuk singgah ke tempat wisata lainnya, memutuskan langsung pulang ke Medan. Di tengah jalan menuju Gundaling, banyak anak-anak sekitaran umur 15-17 tahun berjalan kaki sampai simpang Gundaling. Tak jarang mereka meminta sisa persediaan air minum kami. Sayangnya, persediaan air minum kami kosong. Abas yang naik sepeda motor sendiri juga menumpangkan seorang gadis yang kata temannya sudah tidak sanggup berjalan. Kalau saya jalan kaki sejauh itu sepertinya juga tidak sanggup, apalagi kalau harus menggendong carrier. Anak-anak yang berjalan ternyata tidak hanya sampai simpang gundaling saja, tapi ada yang berjalan sampai penatapan. Makanya adik-adik, kalau mau ke gunung harus bawa ongkos pulang, kita kan sudah lelah naik dan turun gunung, masa pulang harus jalan kaki ke Medan, kan lelah.

Alhamdulillah, kami sampai Medan dengan selamat, disambut para tetangga yang sedang melakukan perlombaan 17 Agustus. Kalau ada kesempatan lagi saya akan mendaki dan camping lagi di Sibayak dan di tempat lain. Tujuan saya selanjutnya adalah Pegunungan Gajah Bobok.

Terima kasih telah membaca cerita perjalanan saya, jangan lupa untuk follow akun instagram saya @rizkychairanii dan nantikan perjalanan saya selanjutnya ditempat keren di Medan lainnya dengan Medan yang lebih seru dan menegangkan. 

Kalau kamu, sudah pernah mendaki kemana saja?.



You Might Also Like

5 Comments

  1. nice place.. i wish to be there someday!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
    2. Yeah, that was a beautiful place in North Sumatera, Indonesia. Hope you can be there one day.

      Hapus
  2. Belum pernah mendaki kak, ajak2 lah��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh banget seriusan. Aku juga kadang mendaki sama orang-orang yang random, asalkan bisa diajak kerjasama aja.

      Hapus